Senin, 15 Mei 2017

The Last Chocolate (part 2)

Lanjutan dari post sebelumnya
Hope you enjoy it^^

.


.



.

《02:45》

"Permisi, apakah ada pasien bernama Helena Jouvelin?" tanya Ryan begitu sampai di meja perawat yang sedang shift malam. Perawat itu mencheck daftar dan mengangguk.

"Ia sedang dirawat di ruangan Rose 3," jawab sang perawat.

"Maaf, dimanakah ruangan tersebut?"

"Anda tinggal berjalan lurus dari sini. Kemudian di ujung, belok ke kanan. Lurus saja dan anda sampai di ruang Rose. Lalu, cari Rose 3."

"Terima kasih."

Tanpa basa-basi lagi, Ryan langsung melesat untuk mencari ruangan dimana Helena dirawat. Sesampainya di sana, terlihat ayah Helena, James Jouvelin, yang sedang duduk di luar ruangan. Ryan pun memperlambat langkahnya dan menyapa ayah Helena, dan dibalas.

"Nak, apakah kau ingin menjenguk Helena?" tanya ayah Helena. Ryan mengangguk pelan.

"Iya paman. Apakah Helena bisa saya jenguk?" tanyanya setelah menjawab peryanyaan dari ayah Helena. Bapak itu mengangguk, lalu kembali menerawang kegelapan malam.

"Masuk saja." suruh ayah Helena. Ryan mengangguk dan membuka pintu ruangan Rose 3.

"Helena...ah, maafkan aku," kata Ryan saat mengetahui kalau Helena sedang tidur. Vivianne menatap Ryan dengan mata sembab.

"R-ryan... Le-Lena..." isak Vivianne. Tanpa ia sadari, ia sudah memeluk Ryan. Pemuda bertubuh jangkung itu sebenarnya kaget, tetapi ia menyembunyikannya dan berusaha menenangkannya.

"Sudah... sudah, Helena pasti baik-baik saja. Jangan khawatir."

"No 'but's. Magic will happens if you believe in it. So...believe her," kata Ryan bijak. Vivianne pun mengangguk dan melepaskan pelukannya.

"Terima kasih. Aku jadi merasa lebih lega," sahut Vivi saat ia mulai tenang. Ryan pun melempar senyumnya.

Kedua remaja itu tidak ada yang menyadari bahwa Helena sudah sadar sedari tadi. Beberapa saat kemudian, tangan gadis ini menyenggol suatu benda yang ada di tempat tidurnya hingga terjatuh, sehingga Vivi menoleh ke arah Helena.

"Helena, kau sudah sadar?!" pekik Vivi bahagia. Ia pun mendekati tempat tidur Helena dan menyentuh tangannya yang tidak diinfus.

"A..yah..." gumam Helena.

"Aku akan panggilkan paman James!" Kata Ryan sembari keluar. Vivi mengangguk.

"Tolong tunggu sebentar, Lena. Ayahmu pasti akan segera datang dan menemuimu."

Tak lama kemudian, masuk seorang pria bermantel cokelat. Vivi pun mengambil beberapa langkah mundur, membiarkan kedua ayah dan anak itu bertemu. Ryan juga hanya menatapnya dari sofa.

"A...yah...," gumam Helena.

"Helena...mengapa kau menjadi seperti ini?" gumam ayanhnya. Nampak mata Helena berkaca-kaca. Ayahnya pun sama.

"Ma...af, yah..."

"Vivianne, apa sebaiknya kita keluar dulu? Kita tidak bisa melanggar privasi mereka," kata Ryan mengingatkan. Vivi hanya mengiakan.

《Di luar》

"Vivianne, boleh aku bertanya?" tanya Ryan. Vivianne mengangguk. Pemuda itu mengarahkan pandangannya ke arah luar sebelum bertanya, "Mengapa ibu Helena tidak datang?"

"Itu... privasi. Aku tidak berhak menjawabnya." Tegas Vivianne. Ryan mengangguk paham.

"Baiklah, aku paham," balas pemuda itu. Tiba-tiba, pintu ruangan Helena terbuka. Sosok ayahnya Helena pun keluar.

"Aku menitipkan penjagaan Helena kepada kalian berdua, tolong jaga ia sebaik mungkin," pesan James kepada Vivi dan Ryan. Vivi mengangguk, bola matanya kembali berkaca-kaca.

"Baiklah paman, kami akan menjaganya," jawab Ryan. Ayah Helena pun tersenyum singkat lalu berbali dan meninggalkan ruang Rose.

"Aku...takut. Bagaimana jika Helena..-"

"Sshh... kau tidak boleh berbicara tentang itu ketika kau sedang menjenguk orang sakit," Tegur pemuda bersurai coklat tersebut, "Sebaiknya kita masuk dan menjaga Helena di dalam."

Kedua orang itu pun masuk ke dalam ruangan Helena. Terlihat Helena yang masih terbaring, dan masih mengenakan alat bantu pernapasannya. Vivi segera mendekatinya.

"Lena? Kau sadar?"

"Vi...vi?" gumam gadis yang masih terbaring. Beberapa tetes air mata keluar dari manik indigo-nya, "maaf..."

"Tidak apa-apa! Selama kau baik-baik saja, aku akan selalu bahagia! Jangan meminta maaf kepadaku, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu karena tidak bisa menjadi teman yang baik!" cerocos si surai scarlet. Helena tersenyum.

"Vivi adalah... teman... yang baik," balas Helena, "ja...ngan me...minta maaf," lanjutnya.

"Ryan, hormati temanmu ini! Jangan menyendiri di sana dan sapalah Helena!" suruh Vivianne galak.

'Galak-nya kambuh' tukas Ryan dalam hati. Ia pun berjalan mendekati Helena, "Hai Helena."

"Ryan...-"

"Ah, sudah hampir pukul lima. Aku harus pulang dan masuk sekolah. Hari ini kita latihan. Tetapi aku akan mengizinkan kalian untuk hari ini," kata Ryan tiba-tiba, "kalau begitu, permisi."

Tanpa basa-basi lebih lanjut, Ryan langsung melesat keluar. Pintu pun tidak ditutup dengan perlahan, sehingga menimbulkan sedikit bunyi debaman yang sedikit keras. Dan hal itu menimbulkan tanda tanya besar pada kedua gadis itu.

《16:50》
《Auditorium》

"Ryan," panggil seorang gadis bersurai dark blue bernama Myra. Ryan pun menolehkan wajahnya ke arah gadis itu.

"Ada apa?"

"Tolong bawakan kostum ini pada Helena. Sampaikan salamku agar ia cepat sembuh," kata Myra sembari menyerahkan suatu bungkusan. Ryan mengangguk.

"Oke, terima kasih, Myra," ucap Ryan. Pemuda itu pun keluar dari audit, bersamaan dengan beberapa murid yang juga dari kelasnya.

《17:10》

"Helena, ini aku." Ryan berkata sembari membuka pintu. Tidak ada sahutan seperti yang biasa Helena lakukan. Ia terperangah begitu melihat Helena yang sedang melakukan monolog di kursi rodanya, sembari menatap keluar.

"Oh tuan serigala, mengapa dunia tidak adil? Mengapa aku tidak diperbolehkan menemuimu?" Ucap Helena.

"Itu sudah menjadi bagian dari takdir kita, Red riding Hood. Tetapi aku yakin, dunia tidaklah sejahat yang engkau bayangkan," balas Ryan, dengan dialog-nya. Dapat ia lihat, Helena membalikkan kursi rodanya, dan gadis itu terkejut. Ryan tertawa kecil, "Apa aku mengejutkanmu?"

"Sangat, Ryan," jawabnya. Sejenak, Ryan dapat merasakan kekesalan Helena. Pemuda itu menaruh kostum Helena di kursi.

"Maafkan aku, tetapi kau mengucapkan dialog-mu dengan baik," puji Ryan. Entah bayangan Ryan saja atau memang benar terjadi, pipi Helena merona merah.

"T-terimakasih," balas Helena gugup. Ya, Gugup.

"Lenaaa!!! I'm coming!!!" Teriak seorang gadis dari luar. Mendengar dari suaranya, kedua remaja di dalam ini tahu siapa yang ada di luar.

"Gawat."

"Ryan, bersembunyilah dibawah kasurku. Aku tidak ingin mendengar pertengkaran kalian berdua," perintah Helena. Ryan pun segera melakukannya.

"Helena! Kau baik-baik saja selama kutinggal?" tanya gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Vivianne. Helena mengangguk pelan.

"Tentu saja."

"Ngomong-ngomong... apa kau ada melihat ketua kelas lakna--maksudku ketua kelas siala-- tidak, Ryan Terry?" tanya Vivi geram. Helena menggeleng. Vivi pun mengeluarkan tawa jahatnya dan mulai menendangi kaki kasur pasien.

"Kalau kasur ini rusak, biar aku yang menggantinya," gumam Vivi jahat.

"Hei, sudah. Aku menyerah!"

Dan begitulah. Vivi selalu bertengkar dengan Ryan. Dan akhirnya dilerai oleh Helena. Itu terjadi hingga H-1 pentas atau tepatnya pada tanggal 13 Februari, dimana Helena dinyatakan sehat dan diperbolehkan pulang oleh dokter.

《13 Februari 2017, 15:15》
《Gymnasium》

"Hari ini kita akan melakukan gladi bersih. Sementara kita akan memakai Gym untuk berlatih karena auditorium sudah disterilkan untuk kegiatan esok hari," kata Ryan kepada teman sekelasnya, "Untuk Helena, aku yakin kau sudah berlatih dengan sungguh-sungguh. Jadi jangan ragu untuk mengeluarkan kemampuanmu."

"Baik."

"Ayo kita kerahkan kemampuan kita!" Koor Ryan. Semuanya mengiyakan.

~•~•~•~•~•~•~

"Aku...menyukai tuan serigala," ucap Red riding Hood. Sang Werewolf yang sedang berada dalam wujud manusia itu terkejut.

"Ketahuilah, Red hood, aku pun menyimpan perasaan yang sama kepadamu. Tetapi, aku terlalu pengecut untukmu," ujar sang serigala.

"Biarlah, aku tak peduli. Aku juga tidak sempurna, tuan serigala. Aku tidak peduli karena cinta saling melengkapi,"

~•~•~•~•~

"Oh, mengapa dunia ini begitu kejam? Mengapa takdir mempermainkanku seperti ini?" Red Riding hood berkata. Pendangannya menerawang ke langit-langit rumahnya.

~•~•~•~•~

"Terimalah cokelat ini. Aku akan selalu mengingatmu sebagai penyelamatku, tuan serigala."

"Hm-hm...selamat tinggal, Red hood."

~•~•~•~•~•~•~

"Kerja bagus, semuanya!" Kata Ryan seusai gladi bersih. Banyak yang memujinya karena kerja kerasnya. Tetapi, saat itu, otaknya tidak berada di sana.

"Lena, kau baik-baik saja?"

"Sedikit pusing tapi biarlah."

《14 Februari 2017, 10: 26 》
《Auditorium》

"Marilah kita saksikan drama 'Red Riding Hood and the Werwolf'!"

~•~•~•~•~•~•~
Last Scene

"Tuan serigala!" Panggil seorang gadis dari kejauhan. Pemuda yang merupakan jelmaan dari serigala itu menoleh. Matanya menyiratkan kerinduan mendalam. Pemuda itu tetap bergeming di tempatnya.

'Red Riding hood... maafkan aku.' Batin sang serigala. Ia menunggu hingga gadis itu berjarak kurang dari satu meter di hadapannya. "Selamat siang, Red Riding Hood. Akhirnya kita bertemu lagi."

"Ya. Apakah kau baik-baik saja?" tanya sang gadis. Pemuda itu hanya membalas dengan anggukan.

"Kau sendiri? Apakah kau baik-baik saja?" sang werewolf bertanya. Gadis itu menatap pemuda itu, seolah ingin berkata 'aku-baik-baik saja, jangan-pergi'. Sang pemuda hanya bisa tersenyum pilu. Tiba-tiba, gadis itu merogoh saku roknya dan menyerahkan sebuah bungkusan.

"Umm... terimalah cokelat ini. Aku akan selalu mengingatmu sebagai penyelamatku, tuan serigala," ucap sang gadis bertudung merah sembari menyerahkan sebungkus cokelat. Bola matanya berkaca-kaca. Sebelum menjawab, sang serigala memberikan sebuah pelukan singkat, namun mampu menenangkan Red hood.

"Hm-hm...selamat tinggal, Red Riding hood." Setelah mengatakan hal tersebut, tuan serigala pun menerima cokelatnya dan pergi. Sang gadis hanya bisa meratapi kepergian tuan serigala dari jauh.

End.
~•~•~•~•~•~•~

BRUKK...

"Helena!" Seru pemuda bersurai Ryan, "Tolong, panggil ambulans!" Teriak Ryan. Entah mengapa, setelah tirai merah diturunkan, Helena terjatuh. Hidungnya mengeluarkan darah. Vivi yang juga terkejut langsung menghampiri Helena dari kursi moderator.

"Helena!"

Tidak lama kemudian, datang beberapa orang dengan membawa tandu. Mereka mengangkat Helena dan tidak lupa menghentikan pendarahan pada hidungnya. Ryan dan Vivi memutuskan untuk ikut dengan kru ambulan ke rumah sakit.

《11:45》
《Depan Ruang UGD》

"Maaf, apa ada salah seorang di sini yang merupakan keluarga dari saudari Helena?" Vivi menggeleng.

"Saya walinya, menggantikan orang tuanya dokter. Apa yang terjadi padanya, dokter?" Tanya Ryan seelah memberikan pernyataan palsu bahwa ia adalah wali helena. Sang dokter menggeleng, mungkin dokter tahu bahwa Ryan berbohong.

"Tidak bisa, saya harus menyerahkannya secepatnya kepada keluarganya," jawab sang dokter.

Dari kejauhan, terlihat seorang wanita karier yang terlihat masih muda mendatangi mereka. Saat dilihat lebih lanjut, ternyata beliau adalah Ms. Rowenn. Pelupuk matanya terlihat basah dan sembab.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?" tanya beliau. Ryan tampak sangat terkejut sementara Vivi hanya bisa diam memperhatikan, sambil seeekali menyeka air mata yang tertumpah.

"Maaf bu, kami sudah berusaha keras untuk menyelamatkan anak anda, tetapi nyawanya tidak terselamatkan. Maafkan kami, bu. Selebihnya mari kita bicarakan di dalam." Ajak sang dokter.

"Le-lena meninggal?! Tidak, itu tidak mungkin! Lena!" Vivi tampak sangat terkejut. Ia langsung menerobos masuk ke dalam ruang itu. Tampak seorang gadis yang tubuhnya diselimuti kain putih. Vivi pun menyibak kain itu perlahan. Dan pupus harapannya ketika melihat wajah Helena yang pucat.

"LENA!!!"

"Vi, sabar. Relakan kepergiannya." Ryan menenangkan. Suaranya bergetar. Ia juga terpukul karena peristiwa ini. Padahal baru saja ia merasa senang karena cokelat dan surat yang diberikan Helena saat pentas tadi, sekarang menjadi sangat terpukul karena kematian gadis yang ia sayangi secara mendadak.

Surat? Oho, ia belum mengetahui isi surat tersebut. Langsung saja ia membuka surat yang terselip dalam bungkus cokelat yang diberikan oleh Helena di panggung. Air mata tak kuasa ia bendung saat menbaca surat itu.

--------------•••••---------------

Selamat Ulang Tahun, Ryan.

Aku tahu ini terlalu cepat sehari, tetapi aku harus memberinya sekarang. Kurasa aku tidak bisa menemanimu saat kau berulang tahun nanti. Maaf ya...
Bagaimana rasa coklat yang kuberikan? Kuharap itu manis. Semanis dialogmu dalam naskah^^

Ryan, aku ingin mengucapkan terimakasih karena selama ini kau sudah perhatian denganku. Maafkan aku karena tidak bisa membalas kebaikanmu. Aku sayang kamu--tidak, aku mencintaimu. Maafkan diriku yang terlalu cepat meninggalkanmu.

Pesanku hanya satu, jagalah Vivi. Gadis itu hanya berpura-pura terlihat kuat, padahal ia sangatlah rapuh. Sekali saja kau membuatnya menangis, maka kau tidak akan aku ampuni!

Kurasa cukup sampai di sini. Aku akan selalu mengawasimu dari sini. Semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi, Ryan.

Helena Jouvelin

--------------•••••---------------

"Helena... terimakasih atas semua waktunya. Aku akan selalu mengingatmu..." gumam Ryan.

.

.

.

Fin (?)

0 komentar:

Posting Komentar